InversiSumut.id – Mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin dituntut 14 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pria yang kerap dipanggil Cana itu dituntut terkait kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Seperti diketahui, perkara ini bermula dari temuan kerangkeng manusia di rumah Cana saat polisi mendampingi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah yang berlokasi di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumut pada Rabu 19 Januari 2022.
Setelah itu, Polda Sumut akhirnya menetapkan status tersangka kepada Cara serta delapan orang lainnya dalam kasus kerangkeng manusia di rumah pribadinya. Penetapan itu dilakukan setelah melaksanakan serangkaian penyelidikan mulai dari pemeriksaan para saksi, korban serta ekshumasi terhadap jenazah korban meninggal dunia.
Sejumlah orang yang terlibat dalam perkara ini sudah disidang, termasuk Dewa Peranginangin, anak dari Terbit Rencana. Dewa divonis hukuman 19 bulan penjara terkait perkara tersebut.
Baca juga: Kecelakan di Tol Binjai, 5 Orang Meninggal Dunia
Dan kini, pihak Jaksa menuntut agar Cana dipenjara selama 14 tahun. Selain itu, Jaksa juga meminta Cana dijatuhi pidana denda senilai Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan serta kewajiban membayar restitusi kepada keluarga korban.
Tuntutan ini dibacakan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Stabat, Kabupaten Langkat, Rabu (5/6/2024).
“Terdakwa dituntut dengan pidana penjara 14 tahun dan denda Rp500 juta serta kewajiban membayar restitusi senilai Rp2,3 miliar untuk 11 korban atau ahli warisnya,” ujar Kasi Intel Kejari Langkat Sabri Fitriansyah Marbun, Rabu (5/6/2024).
Belakangan ini, organisasi Migran Care menemukan indikasi perbudakan modern di rumah tersebut. Kerangkeng manusia yang disebut sebagai fasilitas rehabilitasi itu menurut mereka hanya sebagai kedok perbudakan diduga dilakukan Terbit Rencana Peranginangin terhadap buruh perkebunan kelapa sawit miliknya.
Migran Care pun telah melaporkan dugaan itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komnas HAM yang turun menyelidiki belakangan menyebut ada dugaan penganiayaan kepada penghuni kerangkeng.
Begitu juga dengan penyelidikan yang dilakukan polisi. Bahkan polisi menyebut setidaknya ada tiga orang meninggal dunia akibat dianiaya di kerangkeng tersebut.