Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) menolak menerima konsesi izin tambang yang ditawarkan oleh pemerintah. HKBP pun merinci sejumlah alasan atas penolakan tersebut.
“Bersama ini kami dengan segala kerendahan hati menyatakan bahwa HKBP tidak akan melibatkan dirinya sebagai gereja untuk bertambang,” ungkap Ephorus HKBP, Robinson Butarbutar dalam keterangan tertulis, Sabtu, (8/6/2024).
Robinson mengatakan berdasarkan Konfesi HKBP 1996 lembaganya merasa ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan hidup yang telah dieksploitasi umat manusia atas nama pembangunan sejak lama.
Baca juga: Polda Sumut Gelar Operasi Gabungan Sadar Pajak Kenderaan Bermotor
Dirinya mengatakan eksploitasi itu telah menyebabkan kerusakan lingkungan hingga pemanasan bumi yang tak terbendung dan harus diatasi.
Lebih lanjut dikatakannya, salah satu cara mengatasi masalah lingkungan itu adalah dengan pengembangan teknologi ramah lingkungan seperti, energi matahari, energi angin, dan lainnya.
HKBP juga mengutip sejumlah ayat dalam kitab suci mengenai tanggung jawab manusia menjaga lingkungan.
“Kami sekaligus menyerukan agar di negeri kita pemerintah bertindak tegas terhadap para penambang yang dalam pelaksanaannya tugasnya tidak tunduk pada undang-undang yang telah mengatur pertambangan yang ramah lingkungan,” kata dia.
Sebagai catatan, pemberian izin tambang kepada Ormas Keagamaan tersebut menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024.
Pada pasal 83A ayat (1) tertulis soal penawaran WIUPK kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan. WIUPK yang dimaksud adalah bekas Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan (PKP2B).
Baca juga: 5 Daerah dengan Biaya Hidup Tertinggi di Sumut, Ternyata Bukan di Kota Medan
Sementara pada ayat (3), IUPK dan atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.
Ayat 4 menyebutkan, kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.